Waktu aku membaca sebuah artikel di National Geographic website “See Inside The Himalayan Villages that Grow Cannabis”, seketika aku teringat dengan banyaknya orang yang menawaran marijuana ketika aku di Nepal.
“Marijuana Miss, only 5 dollar…”, seseorang berbisik di sebelahku waktu aku membeli kartu pos di depan sebuah toko di wilayah Thamel, Kathmandu. “No,thanks. I am fine”. Penjualan Marijuana secara terbuka di negara yang menyatakan bahwa marijuana adalah barang illegal (walaupun para penjual berbisik-bisik menawarkan dagangannya di sepanjang Thamel) merupakan hal yang bisa dibilang aneh. Jika kamu berjalan ke sedikit ke arah Thamel Restaurant, tepat sebelum lokasi restoran berada di sebelah kiri jalan kamu bisa menemukan sebuah bong house yang cukup besar. Iya, bong house. Tempat penjualan bong yang biasa digunakan untuk menghisap marijuana.
Kenyataannya, marijuana aka. ganja aka. charas merupakan barang yang legal di Nepal sampai tahun 1970an. Peraturan ini membuat Nepal menjadi surga bagi para pencinta ganja (kaum hippy) . Pada tahun 1973, Nepal mulai menerapkan peraturan bahwa ganja merupakan barang yang illegal. Pemerintah mulai melarang seluruh perkebunan, penjualan ataupun kepemilikan ganja. Namun, pemakaian ganja dalam jumlah kecil masih ditoleransi oleh pemerintah setempat kalau dilakukan di ruang privat.
Penerapan hukum legal atau illegal untuk marijuana di Nepal bisa dikatakan sedikit problematik. Hal ini dikarenakan charas merupakan salah satu bagian ritual keagamaan dari para Sadhu aka. Holyman. Charas dipercaya merupakan tanaman yang dikagumi dan disukai oleh Dewa Siwa dan para sadhu menghisap charas untuk terkoneksi dengan Tuhan mereka.
Sadhu aka. holyman aka. orang suci merupakan orang-orang terpilih yang memisahkan diri dari kehidupan sosial dan memfokuskan diri pada kehidupan spiritual untuk mencapai moksa. Para sadhu akan meninggalkan rumah dan seluruh harta benda mereka untuk mencari pencerahan spiritual. Mereka tinggal di gua, hutan maupun di kuil-kuil Hindu di India dan Nepal. Sadhu terbagi menjadi 2 jenis yaitu Shaiva Sadhus (Sadhu yang memuja Dewa Siwa) dan Vaishnava Sadhus (Sadhu yang memuja Dewa Wisnu).
Salah satu alasanku mengunjungi Nepal adalah untuk bertemu dengan para sadhus. Hari ketujuh aku berada di Nepal, aku mengunjung Kuil Pashupatinath yang merupakan salah satu Kuil Hindu Siwa yang terletak di pinggir Sungai Bagmati. Kuil ini juga digunakan untuk upacara pembakaran mayat di Kathmandu. Begitu masuk ke dalam area kuil ini, aku bisa menemukan banyak sadhu yang berpakaian orange menyala sedang duduk santai di beberapa teras bangunan kuil.
Aku memberanikan diri untuk mendekati mereka, tapi masalahnya adalah mereka tidak bisa berbahasa inggris. Kebetulan ada salah satu warga yang sedang meminta doa kepada para sadhu dan di bersedia menjadi penerjemahku. Sadhu yang tinggal di kuil ini adalah pemuja Dewa Siwa. Sadhu yang menggunakan charas sebagai bagian dari ritualnya. Salah satu hal yang ingin aku tanyakan adalah bagaimana mereka bisa bertahan hidup tanpa harta benda. Bagaimana mereka makan dan membeli kebutuhan lainnya. Dan jawaban mereka adalah “ Kami bisa bertahan hidup dengan kegiatan spiritual kami, kami percaya Dewa Siwa akan membantu kami”. Aku terdiam, sesaat.
Para sadhu mendapatkan makanan ataupun uang dari para warga yang datang kepada mereka untuk meminta doa. Kalau kamu bertemu dengan para sadhu, kamu akan melihat mereka membawa semacam panci kecil di tangannya berisi beras. Para warga yang meminta doa pada mereka akan memberikan segenggam beras secara sukarela kepada mereka.
Sadhu yang sedang berbicara denganku bertanya:
“ Apa yang kamu pakai di kepalamu itu?”
“Ini jilbab, aku seorang muslim”, kataku seraya membenahi jilbabku
“Bolehkah aku mendoakanmu?” , tanyanya lagi
“Tentu. Silahkan”
Sadhu ini mendoakanku lama, sangat lama. Aku tidak tahu pasti apa yang dia baca. Tapi aku tahu Tuhanku ataupun Tuhannya sama-sama suka dengan orang yang mendoakan kebaikan bagi orang lain, bukan orang yang saling membenci karena perbedaan tapi orang yang saling menyayangi karena kebersamaan. Dan pertanyaan terakhirku adalah
“ Bagaimana dengan charas, Anda memerlukannya untuk ritual kan? Sedangkan pemerintah menyatakan bahwa itu illegal”
Iya, charas adalah barang illegal di Nepal. Tapi pemerintah setempat memberikan pengecualian bagi para sadhu untuk menggunakannya sebagai bagian dari ritual keagamaannya terutama saat ada perayaan Maha Shivaratri. Detik itu juga aku memahami dan mengagumi bagaimana Pemerintah Nepal bisa menerapkan hukum di negaranya dan tetap bisa menjaga kesucian spiritual warganya.