Pray for Nepal, my second home

Pertama kali aku membaca berita ada gempa besar di Nepal, hatiku hancur berantakan. Perjalanan ke Nepal 3 bulan lalu bukan hanya perjalanan wisata, it’s more than a traveling. Di Nepal aku merasakan keramahan warganya, keindahan alamnya, menemukan teman baru, mendapat pengalaman baru, dan memandang dunia dengan cara baru. Di samping dari cerita tentang Nepal yang sebagian orang masih malas pergi kesana karena sistem transportasinya yg kurang baik dan tatanan kotanya yang berantakan dan masih kurang bersih, hatiku malah tertancap disana, di atap dunia, menjadikan Nepal rumah kedua.

Pergi ke Himalaya adalah impianku dan Nepal adalah salah satu pintu utamanya. Memiliki mimpi menginjakkan kaki di Negara tertinggi di dunia sejak 1,5 tahun yang lalu akhirnya membawaku untuk benar-benar menapakinya 3 bulan lalu. Langkah pertama di Nepal adalah momen paling membahagiakan dalam hidupku. Aku melewati setiap harinya disana dengan medapatkan pelajaran hidup baru dan teman baru. Aku adalah wanita berjilbab yang selalu dipandang aneh selama di Nepal, karena aku tidak bertemu satu orangpun yang memakai jilbab selama disana. Aku kira jilbabku ini akan membuatku dijauhi orang-orang, tapi kenyataannya adalah sebaliknya. Mereka memandangku aneh pada awalnya, mengajakku ngobrol karena rasa ingin tahunya (lebih sering aku yang memulai pembicaraan) , dan akhirnya mereka malah jadi penolongku dan sahabat baruku selama disana.

Kebudayaan yang bisa dibilang berbeda jauh dari Indonesia. Penduduk yang mayoritas Hindu dan Budha. Bangunan cagar budaya yang tersebar hampir di seluruh kota, sebut saja Bhaktapur, Durbar Square, Pasupatinath Area yang sayangnya kini semuanya rusak parah keadaannya. Titik- titik pendakian Himalaya, pegunungan dengan puncak tertinggi di dunia. Keramahan warganya terhadap orang asing seperti aku yang baru pertama kali kesana.

Semua keindahan dan keramahan Nepal sekarang berbalut dengan duka. Gempa 7,9 SR dan gempa susulannya telah meluluh lantahkan satu-satunya Negara dengan bendera non-persegi panjang ini. Ribuan orang tewas terkubur di puing-puing bangunan, bangunan- bangunan cagar budaya rusak parah, longsor salju di jalur pendakian Himalaya yang membuat beberpa pendaki luka, tewas, bahkan ada yang belum ditemukan.

Kesedihan yang mendalam begitu mengingat sahabatku disana yang aku tidak tahu kondisinya.

To all my beloved friends in Nepal:

Meera Poudel and family who gave me a lot of help without asking for anything. Please be safe. I will visit you again.

David, the Handsome Nanohana Lodge staff who gave me free additional warm blanket. Be safe. I’ll buy you ramen as much as you want.

Gurung Suman, a friend who gave me a lot of suggestion of tourism destination. Let’s meet up again in Bangkok.

Lokesh, an army who offered me a free boat ride in Pewa Lake and always care about my safety. Let’s meet and do a boat ride early in the morning.

May God always be with you. All of my Nepalese friends. I hope we could meet again soon.

Semoga Nepal segera pulih seperti semula. Semoga Tuhan menghapuskan seluruh duka warganya, memberi kekuatan pada mereka untuk bangkit sekali lagi. Dan tentu, aku tidak akan pernah berpikir dua kali untuk pergi kesana lagi. Tuhan, tolong jaga dan selamatkan Nepal untuk kami semua.

 

 photo DSC00420_zpsz0ptzegt.jpg
 photo DSC00262_zpsuanq9wzd.jpg
 photo DSC00224_zpsy50ayybm.jpg
 photo DSC00150_zps4yabxaae.jpg
 photo DSC00612_zpsec9uckrk.jpg

 photo _DSC0544_zpsebgmbwhm.jpg

 

Save Nepal

4 Replies to “Pray for Nepal, my second home”

  1. Adittyo Yunanta says: Reply

    hey silly, lo harus ajak gua ke negara ini suatu hari nanti.

    1. Hahaha.. InsyaAllah kalo banyak rejeki… 🙂 Amin.

  2. Sangat menyenangkan ya kakak 🙂 jadi termotivasi jika suatu hari nanti sudah kerja akan seperti kakak nantinya. Bisa melihat ciptaan ALLAH SWT yang luar biasa (Y)

    1. Amin Ozzie 🙂

Leave a Reply

Prove that you are a potato! *