Jam 4 dini hari aku sudah bersiap siap menuju Sarangkot di dalam suhu dingin Pokhara yang mencapai 4 derajat Celcius. Meera bilang bahwa aku harus menunggu taxi di depan penginapan pada pukul 04.30 karena tepat pukul 5.00 aku harus sampai di Sarangkot. Dia bilang saat paling indah adalah waktu matahari terbit dan menyinari puncak Everest. Aku keluar dari penginapan tepat pukul 5 pagi. Dengan mengigil dan duduk di tangga masuk penginapan, aku menunggu taxi yang sudah dipesan oleh keponakan Meera yang bekerja di tour and travel agency. Sampai pukul 5.20, taxi tak kunjung datang. Akupun menelpon Suraj (Keponakan Meera) untuk memberitahu bahwa taxi belum juga datang. Sekitar 5 menit, Suraj menelponku balik dan mengabarkan kalau taxi sudah jalan dan 10 menit lagi akan sampai di depan penginapan.
Hampir tepat 10 menit setelah Suraj menutup telponnya, terlihat sorot lampu mobil dari kejauhan. Dan jeng jeng, mobil yang datang adalah mobil pernikahan S&K yang aku liat kemarin. “Ah, mungkin bukan ini”, gumamku dalam hati. Mobil berhenti tepat di depanku, sang supir membuka kaca mobilnya dan bertanya “Sarangkot? Indonesia?”. Hah! Jadi taxi yang akan mengantarku adalah mobil cinta ini? Dengan segera aku mengiyakan si supir dan melompat ke dalam taxi ini.
Dalam perjalanan yang kata si supir berhoodie abu abu akan memakan waktu sekitar 20 menit, aku menanyakan apa dia teman Suraj, dan kenapa mobil cinta ini yang membawaku ke Sarangkot. Dia menjawab bahwa dia adalah teman nongkrong Suraj dan dia memang biasa menyewakan mobilnya ini secara freelance. Dan ini BUKAN TAXI. Dia bercerita bahwa kemarin mobil ini dipakai untuk acara pernikahan dan dia belum sempat membersihkan. I said “It’s cool. I love the decorations! Absolutely! Ditengah perbincangan kami serta keasyikanku memotret kanan kiri jalan, mobil tiba tiba berhenti mendadak dan rem berdecit keras! Jantungku rasanya sudah melompat keluar mobil!
Mobil ini hampir saja menabrak truk segede gaban karena berusaha menyalip bus sekolah yang berhenti di pinggir jalan. Supir taxiku bukannya meminta maaf karena salah jalur, dia malah berteriak pada supir truk dengan bahasa Hindi, dan makin lama cek cok mulut ini malah makin rusuh! Setelah berdebat 10 menitan, si supir truk akhirnya mengalah dan memundurkan truknya untuk memberi jalan bagi taxi kami. Fuih… What was that scene?
Jalan yang kami lewati mulai menanjak, perut kampungku mulai mual. Setelah menahan rasa mual hampir 20 menit, akhirnya mobil berhenti juga. Eh! Kok ditengah jalan? Ternyata disini adalah pos pembelian karcis. Karcis untuk masuk ke Sarangkot seharga NRS 200 per orang. Setelah membayar karcis masuk kepada mas mas yang mengetuk kaca mobil satu per satu, kami melanjutkan perjalanan ke lahan parkir di kawasan Sarangkot ini.
Langit masih gelap, dari dalam kegelapan mulai muncul para pencerah yang menawarkan jasa guide sembari membawa senter.Dengan halus aku menolak tawaran mereka. Selain karena tidak punya uang, informasi tentang Sarangkot bisa aku peroleh secara lengkap dari brosur yang diberikan Suman kemarin. Semua turis yang ingin melihat matahari terbit menyinari puncak Everest menuju ke satu restoran yang memiliki rooftop diatasnya. Tapi aku melihat bahwa masih ada ribuan tangga yang dinaiki oleh para turis lokal. Aku berfikir “ Ah, mungkin diatas sana aku akan mendapatkan pemandangan yang lebih bagus dan eksklusif. Akupun mendaki tangga yang belum kelihatan ujungnya ini. Tangga yang ditata dari batu kapur dan berkelok ini memiliki beberapa lahan luas disisi nya yang digunakan untuk tempat menarik wisatawan yang ingin melihat keindahan Everest.
Seiring dengan lunglainya kakiku yang mulai letih mendaki tangga ini, langit mulai terang. Dengan bergesa-gesa aku berlari untuk mencari tempat melihat puncak Everest. Namun puncak yang aku cari ternyata masih sangat jauh. Akhirnya aku memutuskan untuk mencari lahan kosong agar bisa melihat pemandangan Everest secara utuh. Aku masuk ke salah satu ladang warga yang nampaknya baru saja dipanen. Karena ladang ini bukanlah tempat yang dikhususkan untuk wisatawan, aku dapat menikmati pemandangan Everest dengan tenang dan lega tanpa terganggu.
Gimana nih settingnya?
Sarangkot Misty Morning
Panoramic view went blue
Aku duduk di sisi ladang sembari menunggu sinar matahari menyentuh puncak Everest. Suhu disana saat itu sangat dingin hampir menyentuh 0 derajat celcius. Sepuluh menit berlalu, aku mulai melihat sinar matahari menyentuh puncak Everest dan membuat warna biru dingin puncaknya menjadi warna kuning emas yang terlihat sangat hangat. Dan di dalam hati aku berfikir, “ Tuhan, terima kasih atas nikmatmu. Sekali lagi terima kasih atas semuanya”.
Aku mulai mengambil gambar secara eksklusif di ladang ini. Sungguh, aku begitu mengagumiNya. Di tengah keasyikanku mengambil foto, aku berfikir untuk berdoa disini. Ini adalah atap dunia, mungkin Tuhan akan mendengar doaku lebih jelas. Aku mulai berteriak sekencang-kencangnya, melontarkan doa-doaku, memintaNya agar menerima doa-doaku itu.
Tanpa terasa waktu sudah menunjukkan pukul 6.30, aku janji kepada supir taxi ku untuk kembali tepat pukul setengah tujuh.Dengan tergesa-gesa aku menuruni tangga. Tidak mau kehilangan satupun momen disini, sembari berlari turun aku tetap mengagumiNya dan ciptaanNya.Sesampainya di lahan parkir, hatiku dan pikiranku dan aku masih tidak henti-hentinya berterima kasih kepada Tuhan atas nikmatnya. Bahkan sampai aku menulis tulisan ini, rasa kagumku padaNya tidak berkurang sedikitpun.
Taxi kembali membawaku ke penginapan, aku langsung tertidur pulas. Mungkin karena capek naik tangga, bangun kepagian, atau memang mungkin karena aku yang pemalas. Haha. Aku terbangun saat matahari sudah berada tepat diatas kepala.Lebih tepatnya aku terbangun karena rasa lapar yang luar biasa. Kembali lagi penyelamatku adalah masakan korea. Kembali ke restoran korea dan membeli ramen korea. Sungguh, aku sudah tidak mampu menelan kari lagi.
Setelah mengisi perut, aku memutuskan untuk berjalan jalan menyusuri Pewa Lake, membuat video geje dan menikmati hari terakhirku di Pokhara. Sepanjang hari itu aku hanya berjalan-jalan di Pokhara dan mampir berbincang-bincang dengan Meera. Aku memesan tiket bus untuk kembali ke Kathmandu kepada Suraj tampan, yang tidak lain adalah keponakan Meera. And guess what, He gave me the best price! NRS600! Hehehe.
Udah naik jauh-jauh, eh dari parkiran juga kelihatan #lelah
Ini tempatku nginep selama di Pokhara
Coffee Shop tempat Suman kerja
Sepatu yg bawa aku keliling Nepal plus bikin kaki lecet karena ukuran kebesaran 🙁
Tau bedanya dari gambarnya… ini tempat sampah ya
Makanan penyelamat nan lezat tapi mahal.. gogi set! Lagi di korea mbak?
Penyelamat kantong dan perut. Ya! Aku pakai kartu asuransi jiwa untuk mengoles roti 😀
DAN INI BONUS PANORAMIC VIEW DARI SARANGKOT! HERE YOU GO!
Interesting…
ini sendiri aja neng? bahahaha
#mintadilemparsepatu
sendiri aja lah mbak 😀
Kereeeen foto2nya! Bikin pengen balik ke pokhara lagi. Btw nice post mba..salut, cewe sendirian traveling jauh2 sampai ke Nepal..
Saya juga pengen balik kesana mas 🙂
Keren foto2nya.
Btw, dari pokhara naik apa balik ke kathmandu dan jam berapa start jalan dari pokhara??
thanks
Hello Rahma,
Aku kmrn naik bis yang sama dengan rute Kathmandu-Pokhara. Bus berangkat dr mustang buspark kalau gak salah jam 7 pagi juga. Jd kalau dr phewa lake side harus jalan kaki atau bisa naik taxi (aku sih dulu jalan kaki, ngirit. Hehe). Kamu bisa beli bus nya di tour travel agency di phewa lake side. Kalau ditanya kmrn dr kathmandu berapa? Jawab aja NRS 600/700. Biasanya sih dikasih harga sama. Enjoy your trip!
Sedikit ralat, mungkin yang di maksud Everest adalah Machhapuchhare 6997m yang berbentuk pyramid, Everest tidak terlihat dari Pokhara, disamping kiri Machhupuchhare itu Dhaulagiri dan sebelah kanan Annapurna 2, itu masuk ke wilayah Annapurna Range, anyway nice post.
Makasih Ndrey atas infonya. Iya sih ini kemarin pas nulis masih kurang ilmu 🙂 Thanks for the correction 🙂
Hai hai,
Mau tanya menurutmu 2 hari di Pokhara untuk jalan2 dan ke serangkot cukupkah? Thank you!
hello,
Kalo menurutku cukup tapi bakal meet banget. Di hari kedatangan di Pokhara kamu harus pesen taxi untuk esok paginya. Karena ke Sarangkot bagusnya pagi hari 🙂